Home / Article / Pemutaran dan Diskusi Film “Archief van Tranen”

Pemutaran dan Diskusi Film “Archief van Tranen”

Hari Minggu 9 april 2017 bertempat di ruang Audio Visual Museum 10 Nopember Surabaya. Komunitas Roodebrug Soerabaia bersama komunitas Histori Bersama mengadakan kegiatan pemutaran film dokumenter berjudul “Archief van Tranen” yang dilanjutkan dengan diskusi mengenai isi materi film dan dilanjutkan dengan jalan-jalan ke Balai Pemuda.

 

Suasana dan Antusiasme peserta Pemutaran dan Diskusi Film “Archief van Tranen”
Suasana dan Antusiasme Peserta Pemutaran dan Diskusi Film “Archief van Tranen”

 

Film dokumenter “Archief van Tranen” mengisahkan tentang sisi lain dari revolusi di Surabaya. Film ini dibuat oleh Pia van der Molen dan Michiel Praal. Yang dimaksud sisi lain adalah terjadinya pembunuhan-pembunuhan diluar batas kemanusiaan yang dilakukan oleh kelompok pejuang Indonesia. Mulai pembunuhan di alun-alun Sidoarjo yang menimpa ayah dari Wieteke van Dort, penyanyi lagu terkenal Geef Mij Maar Nasi Goreng, pembunuhan-pembunuhan yang terjadi di Simpangsche Societeit ( kini Balai Pemuda ), hingga insiden Gubeng Transport dimana konvoi truk Inggris yang berisi wanita dan anak-anak disergap disekitar pertigaan Sono Kembang- Jl jend Sudirman.

Peserta tampak begitu serius mengamati alur jalannya film. Diskusi bersama Marjolein van Pagee dan Ady Setyawan berjalan menarik dengan Johan Pradana selaku dosen sejarah UNM yang berperan sebagai moderator. Pertanyaan dengan pertanyaan dilontarkan dan dijawab dengan penjelasan-penjelasan yang didasari dari arsip-arsip yang ada.

 

17799204_10212049285684116_2468012220831739473_n
Ady Setyawan membacakan arsip koran terkait kaum Indo Belanda yang terbit 22 Oktober 1945

Para pemateri memberi penjelasan bahwa memang insiden berdarah di Balai Pemuda pernah terjadi, hal ini tidak diragukan mengingat selain arsip Belanda memang menuliskan demikian dan memang cocok dengan arsip para veteran Indonesia baik testimoni maupun memoar. Salah satunya adalah memoar dari M. Jasin Komandan Polisi Istimewa yang menuliskan bahwa pasukan Polisi nyaris menggempur PRI Balai Pemuda karena aksi kekerasan mereka.

Tetapi benarkah Soetomo berada dibalik pembantaian tersebut? Berteriak memberi perintah bunuh? Tulisan dari Barlan Setiadidjaja memaparkan bahwa Soetomo sudah keluar dari PRI dan mendirikan BPRI yang menjalankan fungsi sebagai Radio Pemberontakan pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak tanggal itu pula Soetomo sudah tidak lagi tercatat sebagai anggota PRI.

Soetomo dalam memoarnya menuliskan bahwa dia sendiri pernah menjadi korban dari penculikan PRI yang dipimpin oleh Soemarsono tersebut, sebaliknya Soemarsono pun dalam memoarnya mengakui pernah menculik Soetomo. Keberadaan Soetomo yang digambarkan film memberi perintah bunuh didalam gedung markas PRI tentu terasa ganjil. Apalagi dalam film dituliskan bahwa Soetomo memimpin PRI.

 

Johan Pradana Selaku Moderator saat memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan.
Johan Pradana Selaku Moderator saat memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan.

 

Seorang peserta mengacungkan jari, moderator mengulurkan mic dan dia memberi argumen : Sosok Soetomo adalah sosok musuh bagi Belanda, musuh yang sangat memegang peranan penting karena dengan pidatonya dia menggerakkan ribuan massa rakyat untuk bergerak kemedan tempur melawan Inggris dan Belanda. Maka adalah hal wajar jika Belanda menggambarkan Soetomo sebagai monster, tokoh dibalik semua kepahitan mereka.

Sejarah yang melibatkan perang antar dua negara, dua sudut pandang, tentu hal wajar menemui perbedaan-perbedaan semacam ini. Adalah hal mudah jika kita berdiskusi dengan orang yang sependapat dengan kita, tapi bagaimana jika berdiskusi dengan yang tidak sependapat?

Pembantaian itu terjadi, satu poin bisa diterima kedua belah pihak karena ditunjang arsip-arsip yang ada dari keduanya. Tapi berapakah jumlahnya? Benarkah mereka dibunuh dengan cara sekeji itu? Mengapa dalam kesaksian Ny Sinsu yang mengatakan pembunuhan itu dilakukan begitu keji namun rupanya dia sendiri dapat keluar ruangan PRI ? berdasarkan tulisan Ny Sinsu sendiri dikarenakan PRI tidak menemukan bukti kuat. Apakah didalam sana sebenarnya ada pengadilan walaupun sederhana dan bukan asal tangkap dan bunuh? Apakah masuk akal ada ruangan dengan genangan darah hingga kaki?

 

Ady Setyawan & Marjolein van Pagee pada saat memandu peserta setelah tiba di Balai Pemuda
Ady Setyawan & Marjolein van Pagee pada saat memandu peserta setelah tiba di Balai Pemuda

 

Ady Setyawan memberi arahan kepada peserta sebelum memasuki Gedung Pemuda.
Ady Setyawan dan Kuncarson0 memberi arahan kepada peserta sebelum memasuki Balai Pemuda.

 

Masih ada begitu banyak pertanyaan, dengan diskusi yang mengedepankan akal sehat dan penggalian arsip.  Semoga dapat menghadirkan fakta sejarah, lebih dari itu…semoga menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Agar tak pernah ada lagi penindasan, penjajahan dan pembantaian, atas nama apapun.

 

Artikel             :  Ady Setyawan ( RoodebrugSoerabaia )

Dokumentasi :  Marjolein van Pagee ( Histori Bersama )

About Ady Setyawan

Ady Setyawan, penulis dan penghobi sejarah terutama era perang kemerdekaan. Buku yang pernah diterbitkan berjudul : Benteng Benteng Surabaya ( 2015) , Surabaya Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu? ( 2018 ) dan Kronik Pertempuran Surabaya ( 2020 )

Check Also

Insiden Kekerasan Imlek di Surabaya Tahun 1912

Tahukah anda bahwa perayaan Imlek tahun 1912 di Surabaya berubah menjadi sebuah panggung pertikaian sengit …